Jumat, 03 April 2009

Karya Ilmiah Teori Perubahan Sosial

Fenomena Ruang Publik : Masjid Sebagai Faktor Pendorong Perubahan Interaksi Sosial

(Studi Kasus Masjid Jami Al-Muhajirin, RT 006/RW 004, Perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang)

Mukhammad Azdi

4815072301

Pendidikan Sosiologi Reg 2007

Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan guna melihat perubahan interaksi sosial yang terjadi di komunitas RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang. Perubahan dalam bentuk interaksi sosial yang terjadi didorong oleh keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin sebagai sebuah ruang publik. Keberadaan masjid sebagai sebuah ruang publik menjadi agen perubahan pola interaksi antara warga dalam komunitas tersebut.

Pengantar

Tulisan ini bertolak dari gejala perubahan sosial yang terjadi di RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang. Perubahan sosial terlihat dalam perubahan pola interaksi sosial antar warga di komunitas RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI, hal ini dikarenakan keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin yang berfungsi sebagai sarana ruang publik bagi komunitas tersebut. Selanjutnya akan dilihat faktor-faktor dari masjid Jami Al-Muhajjirin yang mendorong perubahan sosial dalam bentuk perubahan pola interaksi sosial antar warga. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah masjid Jami Al-Muhajjirin sebagai salah satu fasilitas umum di perumahan ini, masjid yang berfungsi sebagai sarana interaksi dari warga, masjid sebagai tempat berbagai kegiatan masyarakat, lokasi yang dianggap strategis, komposisi penduduk yang mayoritas muslim serta pertambahan jumlah penduduk yang akhirnya memicu banyaknya dilakukan interaksi sosial di masjid ini. Penelitian ini dilakukan ditempat tinggal penulis, hal ini dilakukan karena penulis merasakan langsung bagaimana proses perubahan pola interaksi sosial terjadi dan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan data.

Setiap kelompok ataupun komunitas sosial pada umumnya telah menemukan pola-pola tertentu guna melakukan interaksi sosialnya. Hal yang senada terlihat pada komunitas RT 006/RW 004 perumahan KORPRI, penulis bermaksud untuk menunjukkan bagaimana warga membentuk pola interaksi baru dengan keberadaan ruang publik. Keberadaan ruang publik merupakan sebuah kebutuhan yang mendasar dalam interaksi setiap warga dalam lingkup sebuah komunitas.

Tulisan ini akan dijelaskan dalam enam bagian. Pertama, adalah pengantar yang akan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian. Kedua, adalah deskripsi lokasi perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang dimana masjid Jami Al-Muhajirin berada. Ketiga, adalah struktur sosial masyarakat di Perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang pada tahun 2001. Keempat, adalah struktur sosial masyarakat di Perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang pada tahun 2008. Kelima, adalah bagaimana masjid Jami Al-Muhajirin sebagai agen perubahan sosial. Keenam, adalah penutup yang akan menjelaskan kesimpulan terkait perubahan sosial yang terjadi di RT 006/RW 004 perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang.

Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yakni dengan berdasarkan kepada studi historis, observasi, dan wawancara kepada warga perumahan KORPRI, Ketua RT 006, maupun pengurus DKM masjid Jami Al-Muhajirin. Selain itu digunakan pula metode deskriptif dalam penulisan ini agar perubahan sosial yang terjadi dapat terlihat dengan baik.

Deskripsi Lokasi

Kota Tangerang di mana perumahan KORPRI berada merupakan kota yang strategis karena berada di antara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Secara geografis Kota Tangerang berada pada posisi 106º36 - 106º42 Bujur Timur (BT) dan 6º6 - 6º Lintang Selatan (LS).[1] Salah satu faktor berkembang pesatnya Tangerang adalah keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang sebagian arealnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tangerang. Adapun perumahan KORPRI merupakan perumahan yang pada awalnya dikhususkan bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada dalam ruang lingkup Pemda Kota Tangerang. Perumahan ini berdiri atas gagasan Walikota pertama Tangerang Djakaria Mahmud pada tahun 1997 dan pembangunannya rampung serta mulai dihuni pada tahun 1998.[2]

Gambar 1 : Akses menuju Perumahan KORPRI

Sumber : http://maps.google.com (diedit oleh: M. Azdi)

Berdasarkan Gambar 1, dapat kita lihat bagaimana akses menuju perumahan KORPRI yang begitu strategis dengan dihubungkan oleh tiga jalan utama, yakni jalan Marsekal Surya Darma, jalan Selapajang Baru, dan Jalan Raya Bandara. Perumahan ini berada di Kelurahan Kedaung Wetan dan Kecamatan Neglasari. Kelurahan Kedaung Wetan memiliki luas wilayah 2.08 Kilo meter persegi dan jumlah Penduduk 9.635 Jiwa.[3] Adapun seluruh wilayah perumahan KORPRI berada dalam ruang lingkup administratif RT 006.

Selanjutnya seperti terlihat pula pada Gambar 1, Bandara Internasional Soekarno-Hatta berbatasan langsung dengan Kecamatan Neglasari tempat perumahan KORPRI berada. Selain itu perumahan ini dekat dengan kawasan pergudangan Bandara Mas yang memiliki banyak karyawan atau tenaga kerja. Akses menuju perumahan saat ini bisa dibilang amat sangat baik, hal ini dikarenakan lokasi yang sangat dekat dengan Bandara maka akses dari tiga jalan raya utamapun sangat layak.

Masjid Jami Al-Muhajirin berdiri tepat ditengah-tengah perumahan KORPRI. Desain dari masjid Jami Al-Muhajirin merupakan karya dari salah satu warga perumahan yakni bapak Hendarsyah.[4] Masjid ini berwarna putih dengan kusen berwarna cokelat. Masjid memiliki dua lantai, lantai atas merupakan tempat sholat, sedangkan lantai bawah merupakan aula serbaguna yang sering digunakan untuk berbagai kegiatan. Di aula masjid ini juga terdapat beberapa buah tenis meja yang sering digunakan oleh anak muda di perumahan ini.[5] Guna mengakomodir jama’ah yang membawa kendaraan, maka masjid ini dilengkapi dengan tempat parkir yang cukup luas untuk sepeda motor, sedangkan untuk mobil parkir dibahu jalan.

Gambar 2 : Masjid Jami Al-Muhajirin

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Struktur Sosial RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI Tahun 2001

Sebelum membahas mengenai bagaimana struktur sosial yang ada pada tahun 2001, terlebih dulu saya akan menjelaskan bagaimana kondisi fisik perumahan KORPRI pada tahun ini, termasuk kondisi daerah disekitarnya secara umum. Pada tahun 2001 masih merupakan masa awal perumahan KORPRI berdiri, saat ini perumahan belum banyak dihuni, dan masih banyak kavling yang kosong, sama halnya dengan Kecamatan Neglasari yang juga belum lama berdiri. Kecamatan Neglasari merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Batuceper.[6] Kondisi fisik maupun akses ke wilayah Neglasari saat itu pada umumnya kurang baik. Pada tahun itu jalan Marsekal Surya Darma dan jalan Selapajang Baru kondisinya masih buruk dan belum diperbaiki, selain itu banyak pemukiman kumuh disepanjang jalan. Hal ini membuat wilayah Neglasari termasuk perumahan KORPRI di dalamnya dianggap bukan tempat yang menarik untuk menjadi tempat hunian. Kondisi fisik perumahan KORPRI sendiri bisa dibilang saat itu masih belum terbangun dengan baik, dan masih banyak sarana maupun prasarana yang harus dibenahi.

Masjid Jami Al-Muhajirin pada tahun ini masih pada tahap awal pembangunan. Pada saat ini masyarakat di perumahan KORPRI bisa dibilang tidak memiliki ruang publik yang memadai untuk berinteraksi sosial. Hal ini didorong oleh beberapa faktor, diantaranya, kondisi perumahan yang masih baru, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang belum dibangun, serta jumlah penduduk yang masih sedikit. Jumlah kepala keluarga berdasarkan data RT 006 tahun 2001 adalah 48 kepala keluarga.

Berikut ini adalah komposisi penduduk di perumahan KORPRI berdasarkan etnis, pekerjaan dan agama pada tahun 2001:

Diagram 1 : Komposisi Etnis Tahun 2001

Diagram 2 : Komposisi Mata Pencaharian Tahun 2001

Diagram 3 : Komposisi Agama Tahun 2001

Sumber : Data Penduduk RT 006/ RW 004

Dari ketiga diagram diatas dapat dilihat bahwa saat itu mayoritas penghuni adalah etnis sunda. Dilihat dari sudut pandang mata pencaharian mayoritas adalah PNS yang berada di ruang lingkup Pemerintah Daerah Kota Tangerang. Hal ini dikarenakan perumahan KORPRI pada awalnya memang dibangun sebagai sarana hunian bagi PNS di Pemda Kota Tangerang. Adapun dari sisi agama, seluruh waraga perumahan KORPRI adalah muslim. Dengan komposisi penduduk yang mayoritas muslim, maka tentu saja kebutuhan akan adanya sarana peribadatan berupa masjid semakin dibutuhkan. Keberadaan masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah semata, namun juga sebagai sarana bersosialisasi dan berinteraksi bagi ummat muslim. Keberadaan masjid inilah yang saat ini belum terpenuhi di perumahan KORPRI ketika itu.

Pada saat ini tidak banyak kegiatan antar warga yang dilakukan secara kolektif, terutama kegiatan keagamaan, kalaupun ada sangat jarang dilakukan. Setiap kegiatan yang dilakukan bersama selalu dilakukan di rumah warga, hal ini dikarenakan warga tidak memiliki ruang publik yang layak ketika itu. Berikut adalah petikan wawancara dengan Ibu Hj. Mimin Zakiyah,[7] salah satu Ustadzah yang telah menetap di perumahan KORPRI sejak tahun 2000 :

“Dulu belum ada pengajian rutin, soalnya warga juga masih sedikit. Paling kalau ada hari besar agama aja ada acara atau pengajian, diluar itu jarang sekali. Kalu ada juga, pengajian dilakukan di rumah warga sesekali. Kegiatan diluar pengajian jarang sekali”

Dari keterangan ibu Hj. Mimin Zakiyah tersebut bisa dilihat betapa masyarakat kekurangan ruang publik guna melakukan interaksi sosial, khususnya yang bersifat keagamaan. Keberadaan ruang publik di perumahan KORPRI amat mempengaruhi intensitas warga dalam melakukan interaksi. Pada saat itu, sekalipun antar warga saling mengenal dikarenakan jumlah penduduk yang sedikit namun jumlah interaksi sosial yang terjadi amat minim. Hal tersebut membuat banyak warga melakukan aktivitas secara individual dalam rumah, tidak banyak kegiatan yang dilakukan secara kolektif bersama warga lainnya.

Struktur Sosial RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI Tahun 2008

Untuk selanjutnya akan dibahas mengenai bagaimana struktur sosial komunitas perumahan KORPRI pada tahun 2008. Terlebih dulu saya akan mencoba menjelaskan bagaimana kondisi fisik perumahan KORPRI dan Kecamatan Neglasari secara umum pada tahun 2008. Pada tahun ini kondisi fisik perumahan KORPRI telah menjadi lebih baik, berbagai sarana dan prasarana telah dibangun di perumahan ini. Saat ini jumlah penduduk yang berada di perumahan KORPRI telah meningkat pesat, hampir setiap kavling yang tersedia telah dihuni. Begitupun kondisi kecamatan Neglasari, seiring bertambahnya umur maka kecamatan ini berkembang menjadi sebuah kecamatan yang lebih tertata. Akses utama kecamatan ini yakni jalan Marsekal Surya Darma dan jalan Selapajang Baru telah diperbaiki. Sedangkan pemukiman kumuh yang berada di sepanjang jalanpun sudah dipindahkan guna pelebaran jalan Marsekal Surya Darma dan jalan Selapajang Baru.[8] Dengan berbagai kondisi yang telah diperbaiki tersebut, ditambah lokasi yang berdekatan dengan Bandara internasional Soekarno-Hatta maka kecamatan Neglasari termasuk perumahan KORPRI di dalamnya berubah menjadi tempat yang dianggap strategis dan mulai menjadi tujuan hunian banyak orang.

Pada saat ini perumahan KORPRI seperti telah disebutkan sebelumnya telah dihuni oleh semakin banyak warga. Lokasi perumahan yang dianggap stretegis membuat banyak orang tertarik untuk menjadikan perumahan ini sebagai sarana hunian mereka. Adapun jumlah kepala keluarga yang tercatat berdasarkan data RT 006 pada tahun 2008 adalah 139 kepala keluarga. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah kepala keluarga secara pesat hingga hampir tiga kali lipat sejak tahun 2001. Sekali lagi ini menunjukkan betapa perumahan KORPRI sudah dianggap sebagai salah satu tujuan hunian bagi banyak orang, khususnya di kecamatan Neglasari.

Berikut ini adalah komposisi penduduk perumahan KORPRI berdasarkan etnis, pekerjaan, dan agama pada tahun 2008 :

Diagram 4 : Komposisi etnis tahun 2008

Diagram 5 : Komposisi pekerjaan tahun 2008

Diagram 6 : Komposisi agama tahun 2008

Sumber : Data Penduduk RT 006/ RW 004

Dari diagram diatas dapat kita lihat bagaimana komposisi penduduk perumahan KORPRI pada tahun 2008. Dalam segi etnis, etnis sunda masih menjadi mayoritas di perumahan ini, namun persentasinya berubah karena pada tahun ini mulai banyak warga yang berasal dari luar pulau jawa. Sedangkan dari komposisi pekerjaan bisa dilihat perubahan yang signifikan, perkerjaan sebagai karyawan/swasta mulai mengimbangi jumlah penduduk yang berprofesi sebagai PNS. Hal ini dikarenakan sudah banyak kavling milik warga asli yang berprofesi sebagai PNS dijual kepada pihak di luar PNS pemda kota Tangerang.[9] Perubahan juga terjadi pada sisi agama, pada tahun ini tidak semua warga adalah muslim, meskipun jumlah warga non-muslim bisa dibilang amat minoritas. Pertambahan jumlah dan keanekaragaman penduduk ditambah dengan penduduk yang masih sebagian besar muslim membuat kebutuhan akan sarana peribadatan berupa masjid menjadi penting.

Adapun kondisi masjid Jami Al-Muhajjirin saat ini bisa dibilang sudah hampir sempurna. Masjid telah berdiri dengan kokoh, masjid ini memiliki dua lantai dengan lantai atas sebagai tempat sholat dan lantai bawah yang berfungsi sebagai aula serbaguna. Meskipun sudah berdiri, namun sampai dengan saat ini masjid masih terus dibangun, hal ini menyesuaikan dengan jumlah warga dan jama’ah yang semakin banyak. Bahkan setiap sholat Jum’at jumlah jama’ah yang ada seringkali hampir melebihi kapasistas masjid.

Gambar 3 : Masjid Jami Al-Muhajirin pada saat Sholat Jum’at

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar tersebut mengambarkan bagaimana susasana masjid Jami Al-Muhajjirin pada waktu sholat Jum’at. Dapat kita lihat kondisi tempat parkir masjid Jami Al-Muhajirin yang dipenuhi oleh kendaraan pribadi milik para jama’ah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada waktu tertentu jama’ah masjid Jami Al-Muhajirin juga adalah orang di luar perumahan KORPRI. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang bekerja di pergudangan Bandara Mas dan karyawan yang bekerja di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Soemarno,[10] salah seorang karyawan yang bekerja di Pergudangan Bandara Mas dan sering mengunjungi masjid ini :

“Saya kalo sholat Jum’at mah pasti di sini, soalnya di sini paling deket dan paling enak, ada sih yang deket selain di sini, tapi di sini lebih enak, nyaman aja. Soalnya masjid ini juga lumayan bagus, kalo ga di sini masjidnya paling yang di kampung, kurang nyaman aja di situ mah.”

Dari penuturan Soemarno diatas dapat dilihat bagaimana kemunculan antusiasme yang tinggi terhadap masjid ini tidak hanya dari warga perumahan KORPRI namun juga dari orang-orang yang berada disekitar perumahan.

Pada tahun 2008 sudah banyak aktifitas warga yang dilakukan secara kolektif antar warga, dan berdasarkan pantauan penulis, mayoritas kegiatan warga tersebut dilakukan di masjid Jami Al-Muhajjirin. Keberadaan aula di lantai bawah masjid Jami Al-Muhajjirin menjadi sangat berguna, banyak kegiatan keagamaan maupun non-keagamaan yang dilakukan di masjid ini. Berikut ini adalah contoh kegiatan di masjid Jami Al-Muhajirin :

Gambar 4 : Acara Khotmil Qur’an di Aula masjid Jami Al-Muhajirin

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar di atas menunjukkan acara Tasyakkur Khotmil Qur’an, yakni syukuran khatam Al-Qur’an para remaja dan ibu-ibu. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan yang dilakukan di perumahan ini diikuti oleh semua kalangan, yang tua maupun muda. Tampak pula para ibu-ibu beserta anaknya datang untuk menyaksikan acara. Kegiatan semacam ini menunjukkan salah satu dari sekian banyak kegiatan yang dilakukan secara kolektif yang dilakukan oleh warga semenjak kehadiran masjid Jami Al-Muhajjirin. Kegiatan kolektif lain yang sering dilakukan di masjid ini antara lain Sholat berjamaah tiap harinya, pengajian Ibu Rumah Tangga tiap minggu, pengajian anak, bahkan arisan Ibu Rumah Tanggapun dilaksanakan tiap bulan di Masjid Al-Muhajjirin. Selain itu tentu saja sering digelar acara-acara pada hari besar keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi dan sebagainya.[11] Hal ini termasuk para remaja yang kerap bermain tenis meja di aula masjid pada malam hari selepas sholat Isya.

Masjid Jami Al-Muhajirin Sebagai Agen Perubahan Interaksi Sosial

Masjid menurut pengertian etimologis berasal dari kata sajada yang berarti tempat sujud / tempat sholat,[12] jadi bisa disimpulkan bahwa secara bahasa masjid adalah sebuah tempat untuk melakukan ibadah sholat. Masjid merupakan institusi penting bagi ummat muslim dalam membina sebuah masyarakat Islam. Di masjidlah rasa persatuan dan kesatuan ummat muslim ditumbuhkan, hal ini dikarenakan dalam agama Islam semua strata masyarakat berada di masjid dalam derajat yang sama. Sekalipun pada dasarnya masjid merupakan tempat sholat, namun masjid juga memiliki fungsi sosial, yakni tempat berlangsungnya proses pendidikan, terutama yang bersifat keagamaan, pengajian, serta aktifitas sosial kolektif lainnya. Lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam bermula dari keberadaan masjid. Ditinjau dari sudut pandang historis, pada masa lalu masjid juga merupakan institusi politik dan pemerintahan, hal ini dikarenakan di masjid dilakukan berbagai musyawarah politik, latihan militer, dan administrasi negara.[13]

Fungsi masjid yang pada dasarnya sebagai tempat sholat maupun dari sisi fungsi sosialnya dapat kita lihat di masjid Jami Al-Muhajirin. Masjid Jami Al-Muhajirin tidak hanya berfungsi sebagai tempat sholat semata, namun juga banyak dilakukan kegiatan pendidikan keagamaan seperti pengajian anak-anak, remaja, ibu-ibu, maupun bapak-bapak. Selain itu di masjid ini juga banyak dilakukan berbagai kegiatan yang dilakukan secara kolektif antar warga, sekalipun kegiatan tersebut tidak bersifat keagamaan. Berbagai kegiatan tersebutlah yang sebelumnya jarang atau malah bisa dibilang tidak ada ketika masjid Jami Al-Muhajirin belum berdiri. Keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin dengan fungsi sosialnya membuat banyak terjadi kegiatan kolektif antar warga, khususnya yang bersifat keagamaan. Intensitas kegiatan di masjid Jami Al-Muhajirin yang tinggi membuat interaksi sosial antar warga menjadi semakin erat.

Wilbert Moore memandang perubahan sosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola perilaku dan interaksi sosial”.[14] Ketiga hal tersebutlah yang terjadi pada warga di perumahan KORPRI RT 006/RW 004, Neglasari, Tangerang. Perubahan struktur sosial ditandai dengan berubahnya komposisi penduduk berdasarkan etnis, mata pencaharian dan agama. Hal ini disebabkan oleh lokasi perumahan yang saat ini dianggap strategis sehingga memicu beragam orang untuk menjadikan perumahan ini sebagai tujuan hunian mereka.

Sedangkan perubahan pola perilaku dan interaksi sosial disebabkan oleh keberadaan sebuah ruang publik, yakni masjid Jami Al-Muhajirin. Keberadaan ruang publik berupa masjid telah merubah bentuk perilaku serta pola interaksi antar warga. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, di masjid ini banyak kegiatan baik keagamaan maupun non-keagaman yang dilakukan secara kolektif dan rutin oleh warga dan hal ini tidak terlihat ketika masjid Jami Al-Muhajjirin belum berdiri.

Sebuah Rukun Tetangga (RT) merupakan masyarakat dengan lingkungan atau ruang lingkup yang terbatas. Apabila suatu kelompok yang mendiami suatu wilayah ternyata bertambah besar, maka kemungkinan besar frekuensi interaksi antara anggota-anggotanya semakin menurun.[15] Namun hal ini tidak terjadi pada warga di RT 006 perumahan KORPRI. Sekalipun jumlah penduduk bertambah dan komposisinya semakin beragam namun keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin dengan segala kegiatan kolektif di dalamnya membuat interaksi antar warga tetap terjaga erat. Justru ketika jumlah warga di perumahan ini masih sedikit pola interaksi sosial warga tidak seerat saat ini.

Perlu dijelaskan bahwa perubahan interaksi sosial yang terjadi tidak hanya pada orang dewasa. Berikut ini adalah wawancara dengan Tito,[16] salah satu pemuda di perumahan KORPRI menanggapi berbagai kegiatan di masjid Jami Al-Muhajirin :

“Kalo gue sih ngeliat sekarang sama dulu tuh beda banget, dulu mah jarang ada kegiatan di KORPRI. Sekarang mah setelah ada masjid tiap hari ada aja kegiatannya. Bocah-bocah (baca : teman-teman) juga sering main pingpong di aula masjid. Terus kalo anak muda ada kegiatan acara, rapatnya atau sekretnya (baca : sekretariatnya) pasti di masjid.”

Dari penuturan saudara Tito di atas bisa dilihat bagaimana perubahan yang terjadi di perumahan KORPRI semenjak keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin. Penjelasan saudara Tito di atas juga mencerminkan bahwa perubahan interaksi sosial tidak hanya dialami oleh orang dewasa, namun juga oleh generasi muda perumahan KORPRI. Tidak hanya remaja, anak-anakpun mengalaminya, TPA (Taman Pengajian Anak) yang diadakan di Masjid Jami Al-Muhajirin juga menjadi sarana interaksi sosial bagi anak-anak, selain mengaji anak-anak juga bermain bersama di sela kegiatan TPA. Dengan kata lain masjid Jami Al-Muhajirin telah membawa perubahan pada pola interaksi sosial disemua kalangan.

Bahkan keberadaan masjid ini tidak hanya sebagai agen perubahan interasi sosial bagi warga perumahan KORPRI saja. Dengan letaknya yang strategis ditambah kondisi masjid yang dapat dianggap nyaman, masjid ini juga membuka interaksi warga dengan warga di luar perumahan ini. Hal ini dikarenakan masjid ini juga sering dikunjungi oleh orang di luar perumahan KORPRI, terutama ketika ibadah sholat Jum’at berlangsung. Dengan kondisi masjid yang ramai oleh Jama’ah maka muncul pula pedagang yang mengais rezeki dari keberadaan para jama’ah ketika sholat Jum’at maupun ketika ada kegiatan lainnya di masjid Jami Al-Muhajirin.

Penutup

Berbagai hal yang telah diuraikan di atas telah memperlihatkan bagaimana perubahan interaksi sosial yang terjadi pada komunitas RT 006/RW 004 Perumahan KORPRI, Neglasari, Tangerang. Perubahan interaksi sosial terjadi dikarenakan keberadaan masjid Jami Al-Muhajirin yang berfungsi sebagai sebuah ruang publik. Keberadaan masjid ini telah membuat interaksi sosial warga yang sebelumnya jarang menjadi sebuah rutinitas baru di komunitas ini. Berbagai kegiatan yang diadakan di masjid ini telah membuat perubahan interaksi sosial tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun menyeluruh termasuk para remaja dan anak-anak. Saat ini interaksi sosial antar warga dapat terjalin dengan erat, sangat berbeda dengan kondisi ketika masjid ini belum berdiri.

Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti pula dengan perubahan komposisinya membuat keberadaan sebuah ruang publik menjadi penting. Tanpa adanya sebuah ruang publik maka interaksi sosial antar warga dapat menjadi renggang. Begitupun komposisi penduduk yang berubah, jika tidak disertai dengan adanya sebuah ruang publik untuk aktifitas kolektif maka akan memunculkan sebuah jeda antar warga dengan latar belakang yang beragam. Selain itu banyaknya jama’ah masjid yang berasal dari luar perumahan ini juga membuka peluang terjadinya interaksi sosial dengan orang di luar komunitas perumahan KORPRI. Keseluruh hal tersebutlah yang menjadi latar belakang bagaimana masjid sebagai sebuah ruang publik dapat menjadi pendorong perubahan interaksi sosial.

Daftar Pustaka

Bahan Bacaan

Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta : Citra Niaga Rajawali Pers.

M. Elly Setiadi. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana.

Abdul Azis Dahlan.1996. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Internet

http://www.tangerangkota.go.id/view.php?mode=1&sort_no=5. (Diakses tanggal 19 Maret 2009).

http://www.tangerangkota.go.id/data.php?type=1&mode=64. (Diakses tanggal 19 Maret 2009).

http://maps.google.com. (Diakses tanggal 19 Maret 2009).



[1] http://www.tangerangkota.go.id/view.php?mode=1&sort_no=5

[2] Hasil wawancara dengan ketua RT 006 Bapak Rudy tanggal 19 Maret 2009

[3] http://www.tangerangkota.go.id/data.php?type=1&mode=64

[4] Hasil wawancara dengan salah satu pengurus DKM masjid Jami Al-Muhajjirin Bapak H. Akhmad Lutfi pada tanggal 19 Maret 2009

[5] Hasil wawancara dengan marbot masjid Mas Hamdan pada tanggal 21 Maret 2009

[6] Hasil wawancara dengan pegawai Kelurahan Kedaung Wetan Ibu Tati pada tanggal 21 Maret 2009

[7] Wawancara tanggal 19 Maret 2009

[8] Hasil wawancara dengan pegawai Kelurahan Kedaung Wetan Ibu Tati pada tanggal 21 Maret 2009

[9] Hasil wawancara dengan ketua RT 006 Bapak Rudy tanggal 19 Maret 2009

[10] Wawancara tanggal 20 Maret 2009

[11] Hasil wawancara dengan salah satu pengurus DKM masjid Jami Al-Muhajjirin Bapak H. Akhmad Lutfi pada tanggal 19 Maret 2009

[12] Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta :PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hal. 1119

[13] Ibid, hal 1120

[14] M. Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 49

[15] Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat, Jakarta : Citra Niaga Rajawali Pers, 1993, hal. 29

[16] Wawancara tanggal 22 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar